Dokter Spot Medan
Suara.com - Dokter spesialis ortopedi dan traumatologi sekaligus konten kreator, dr. Helmiyadi Kuswardhana, SpOT, meninggal dunia pada usia 41 tahun pada Rabu (10/7/2024). Dokter kelahiran Ujung Pandang, 15 Mei 1983, ini wafat usai menjalankan tugas di RSUD Mamuju, Sulawesi Barat.
Menurut rekan sejawatnya, dr. Wachyudi Muchsin, SH, MKes, dr. Helmiyadi meninggal dunia akibat henti jantung mendadak atau sudden cardiac arrest.
"Innalillahi wa innailaihi rojiun,
Allahummaghfirlahu warhamhu wa‘afihii wa‘fuanhu.
Baca Juga: Mantan Menteri BUMN Tanri Abeng Meninggal Dunia di Usia 82 Tahun
Turut berduka cita atas berpulangnya ke rahmatullah teman sejawat kami, adinda kami, dr. Helmiyadi K, SpOT, pada hari Rabu pukul 20.00 di RS Mamuju. Semoga Almarhum husnul khatimah, diterima segala amal ibadahnya, diampuni segala dosanya, dilapangkan kuburannya, diangkat derajatnya, dijadikan taman-taman surga, serta keluarga yang ditinggalkan diberikan kesabaran. Aamiin yaa Rabbal' aalamiin," ucap dr. Wachyudi.
Beliau menjelaskan bahwa sudden cardiac arrest adalah kondisi serius di mana jantung tiba-tiba berhenti berdetak, yang dikenal juga sebagai kematian jantung mendadak. Kondisi ini sering kali merupakan komplikasi dari penyakit jantung lainnya, seperti aritmia.
Dr. Wachyudi mengaku terkejut dengan berita ini karena tiga hari sebelumnya mereka masih berkomunikasi. "Masih sempat komunikasi dengan beliau. Saya seperti tak percaya kalau beliau meninggal," ujar dr. Wachyudi. Mereka juga pernah bersama-sama menjadi relawan penanganan Covid-19 di Sulawesi Selatan.
"Almarhum banyak bekerja membantu penanganan Covid-19 di Sulsel, bekerja tanpa kenal lelah," kenang dr. Wachyudi yang juga sama-sama menjadi pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Profil dr. Helmiyadi Kuswardhana, SpOT
Baca Juga: Bisa Digunakan oleh Orang Awam, Ini Terobosan Baru dalam Pertolongan Pertama Henti Jantung
dr. Helmiyadi Kuswardhana, M.Kes, Sp.OT adalah seorang dokter spesialis ortopedi di Klinik HK Medical Center, makassar. Beliau menawarkan layanan konsultasi kesehatan tulang secara umum.
dr. Helmiyadi Kuswardhana menyelesaikan pendidikan Kedokteran Umum di Universitas Hasanuddin dan melanjutkan pendidikan spesialis ortopedi dan traumatologi di universitas yang sama. Beliau tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Perhimpunan Dokter Spesialis Ortopedi & Traumatologi Indonesia (PABOI).
Untuk diketahui, henti jantung adalah kondisi yang mengancam jiwa yang membutuhkan intervensi segera untuk menyelamatkan nyawa seseorang. Ini terjadi ketika jantung tiba-tiba berhenti berdetak atau berdetak tidak teratur, menyebabkan kurangnya aliran darah ke tubuh.
TRIBUN-TIMUR.COM - Innalillahi wainna ilaihi rajiun, dokter sekaligus content creator dr Helmiyadi Kuswardhana SpOT meninggal dunia.
Beliau menghembuskan nafas terakhir, Rabu (10/7/2024).
"Beliau sudah tiada. Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Kami sangat kehilangan. Beliau kena cardiac arrest sehabis menjalankan tugas operasi di RSUD Regional Mamuju Sulbar," kata sahabat almarhum, dr Wachyudi Muchsin SH MKes.
Ucapan duka cita kini membanjiri akun media sosial almarhum di Instagram @dr.helmiyadi_hk.
Influencer kesehatan asal Sulawesi Selatan, dr Helmiyadi Kuswardhana meninggal dunia.
Kabar duka meninggalnya dr Helmiyadi Kuswardhana diterima Tribun Timur pada, Rabu (10/7/2024).
Informasi meninggalnya dr Helmiyadi disampaikan dokter RSUD Majene, dr Amjad.
Ia meninggal karena terserang serangan jantung.
"Innalilahi wa Innailaihi Raji'un, dr Helmiyadi meninggal dunia," ujarnya melalui pesan WhatsApp.
Ia menambahkan, dr Helmiyadi sempat mendapatkan perawatan di Puskesmas Sendana 2, Majene.
"Tadi di puskesmas Sendana 2 di RJP (pompa jantung) dan kami disuruh siap-siap menunggu di RS Majene," ujarnya.
Dokter yang aktif di media sosial ini hendak dirujuk ke Makassar untuk mendapatkan perawatan.
Namun dalam perjalanan menuju RSUD Majene, dr Helmiyadi dinyatakan meninggal dunia.
Rencana Maju di Pilkada Takalar 2024
Kontrak untuk melakukan jual atau beli suatu mata uang terhadap mata uang asing lainnya dengan kurs dan jumlah yang sudah ditentukan pada saat transaksi, sedangkan pertukaran dana dilakukan dalam waktu 2 hari kerja berikutnya setelah tanggal transaksi.
Pada saat jatuh tempo, maka adalah merupakan kewajiban bagi pihak yang melakukan transaksi untuk melakukan pertukaran dana tersebut.
Kita suka bingung setiap kali membaca nama dokter dengan berbagai gelar. Agar lebih mudah memahami, mari kita coba pelajari.
Pendidikan tinggi dibagi dua: akademik dan profesi. Dulunya, untuk jenjang akademik hampir semua lulusan sarjana S-1, diberi gelar “Drs” dan “Dra”. Yang berbeda misalnya “SH, SE, Ir”. Khusus fakultas kedokteran, diberi gelar “Drs/Dra.Med”.
Sejak 9 Februari 1993, ada SK Mendikbud 036/U/1993 mengatur gelar dan sebutan bagi lulusan perguruan tinggi. Sejak saat itu, gelar sarjana diberikan sesuai bidangnya. Muncullah kemudian:
SE: Sarjana EkonomiST: Sarjana TeknikSP: Sarjana PertanianSSos: Sarjana SosialSIP: Sarjana Ilmu PolitikSKom: Sarjana KomunikasiSS: Sarjana SastraSSi: Sarjana Sains (Fakultas MIPA, termasuk Farmasi)danSKed: Sarjana Kedokteran
Setelah lulus Sarjana (S-1), semua sarjana bisa memiliki 2 pilihan.1. Langsung melanjutkan ke jenjang akademik S-2 dan S-3. Di tingkatan ini, kembali gelar diberikan sesuai dengan bidangnya. Misalnya untuk SKed ada yang memperoleh gelar:
MKes: Magister KesehatanMHA: Master of Health AdministrationMARS: Magister Administrasi Rumah Sakit
2. Melanjutkan ke jenjang pendidikan profesi. Misalnya untuk S.Si (Farmasi) melanjutkan jadi Apt. (Apoteker), SH menjadi Notaris, dan tentu saja SKed menjadi Dokter (dr.).
Setelah lulus profesi memperoleh gelar “dr.”, maka dokter bisa melanjutkan ke jenjang profesi lebih tinggi yaitu spesialisasi. Sebelum adanya SK Mendikbud tersebut, sebutan spesialisasi ditulis sesuai bidangnya. Setelah keluar SK tersebut terjadi perubahan sebagai berikut, misalnya:
dr. xxx, DSOG menjadi xxx, dr., SpOG (Obstetri dan Ginekologi)dr. yyy, DSA menjadi yyy, dr., SpA (Anak)dr. zzz, DSB menjadi zzz, dr., SpB (Bedah)dr. zzz, DSJP menjadi zzz, dr., SpJP (Jantung dan Pembuluh darah)
Kalau melanjutkan lagi ke tingkatan sub-spesialis, akan muncul misalnya:
zzz, dr., SpBA (Bedah anak)zzz, dr., SpBTKV (Bedah Thorax, Kardiovaskuler)zzz., dr. SpBP (Bedah plastik)zzz., dr. SpBOT atau kadang ditulis SpOT (Orthopaedi)zzz., dr. SpBOnk (Bedah Onkologi : tumor)zzz., dr. SpBU kadang ditulis SpU saja (Bedah Urologi)
Tetapi ada juga pengelompokan atas dasar pengakuan organisasi profesi sebagai Konsultan (baik dengan atau tanpa pendidikan khusus). Misalnya:
xxx, dr., SpPD-KGH (Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Ginjal dan Hipertensi)xxx, dr., SpOG-KFM (Spesialis Obstetri Ginekologi Konsultan Feto-Maternal)zzz, dr., SpPD-KHOM (Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Hematologi Onkologi Medik)zzz., dr., SpAn-KIC (Spesialis Anesthesi Konsultan Intensive Care)zzz, dr., SpPD-KAI (Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Alergi Immunologi)zzz, dr., SpPK-KH (Spesialis Patologi Klinik Konsultan Hematologi)zzz., dr., SpPD-KGer (Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Geriatri)
Yang agak lain, pada bidang kesehatan anak, seolah-olah merupakan “kedokteran dalam lingkup kecil”, sehingga ada dr., SpAK (Spesialis Anak Konsultan) dengan tambahan: Konsultan Jantung Anak, Ginjal Anak, Endokrin Anak, Syaraf Anak, Gizi dan Tumbuh Kembang Anak, Hepatologi Anak, Penyakit Infeksi Anak dan seterusnya. Hanya setahu saya, pada lingkup IDAI, penulisan Konsultan tertentu ini tidak dituliskan secara eksplisit, hanya ditulis sebagai “SpAK”.
Mengapa ada yang sudah menjadi dokter (pendidikan profesi) tetapi juga menggunakan gelar MKes (pendidikan akademis)?
Seorang dokter selain mengikuti jenjang profesi lanjut menjadi spesialis/sub-spesialis juga bisa mengikuti pendidikan akademis S-2 atau S-3. Artinya dua-dua jurusan dijalani. Karena itu ada beberapa gelar yang sering:
1. MKes: Magister Kesehatan. Sama-sama “Magister” dalam negeri, sebenarnya ini masih mencakup banyak bidang peminatan. Misalnya: Kebijakan kesehatan, Manajemen pengelolaan obat, Manajemen administrasi RS (ada yang menggunakan gelar MARS), Manajemen kesehatan masyarakat, dan banyak lagi.
2. Ada yang sekolah di luar negeri, memperoleh gelar misalnya MMedSci (Master of Medical Science), ada juga MMed Paed (Master of Medical Paediatric), DTMH (Diploma in Tropical Medicine and Hygiene), dan banyak lagi.
Selanjutnya dokter juga bisa sampai ke jenjang S-3, dengan gelar “Dr.” (Doktor) atau “PhD”. Kalau di Jerman ditulis Dr. rer. Ada juga yang ditulis “Dr.Med” (Doctor in Medicine).
Selanjutnya, kalau dokter itu bekerja sebagai dosen di perguruan tinggi, akan ada saatnya bisa mencapai jenjang guru besar sebagai Professor (Prof).
Masih ada lagi. Bila aktivitas ilmiahnya tinggi, dokter juga bisa menjadi anggota dari suatu organisasi profesi international. Biasanya disebutkan sebagai “fellow of” Misalnya:
ICRP: International Community of Royal PathologistAAP: American Academy of PediatricAAI: Association of Allergy ImmunologyICS: International Community of Surgery
Karena itu, jangan heran kalau ada yang – bila ditulis lengkap – namanya:
Prof. Dr. zzz, MHA, dr., SpPD-KAI, FAAI
Perhatikan pula cara penempatan gelar. Hanya “Prof” dan “Dr” yang ditulis di depan nama, sedangkan gelar lain ditulis di belakang nama.
(Makin menarik bila ditambahi juga gelar/sebutan dari sumber lain: agama, keraton, marga, suku, dan sejenisnya).
Agar tidak menambah bingung, saya coba tuliskan beberapa gelar spesialisasi dokter:
SpA: Spesialis AnakSpAn: Spesialis AnesthesiSpAnd: Spesialis Andrologi (fertilitas laki-laki)SpB: Spesialis BedahSpBA: Spesialis Bedah AnakSpBD: Spesialis Bedah DigestifSpBO: Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi (kadang ditulis SpOT)SpBOnk: Spesialis Bedah Onkologi (tumor)SpBP: Spesialis Bedah PlastikSpBS: Spesialis Bedah SyarafSpBTKV: Spesialis Bedah Thoraks KardiovaskulerSpBU: Spesialis Bedah Urologi (kadang ditulis SpU: Spesialis Urologi)SpF: Spesialis ForensikSpFK: Spesialis Farmakologi KlinikSpGK: Spesialis Gizi Klinik
SpJP: Spesialis Jantung dan Pembuluh darahSpKK: Spesialis Kulit dan KelaminSpM: Spesialis MataSpMK: Spesialis Mikrobiologi Klinik
SpOG: Spesialis Obstetri dan GinekologiSpOG-KFM: SpOG-Konsultan Feto-Maternal (Janin dan Ibu Hamil)SpOG-KFER: SpOG-Konsultan Fertilitas Endokrin dan ReproduksiSpOG-KOnk: SpOG-Konsultan Onkologi
SpP: Spesialis ParuSpPA: Spesialis Patologi Anatomi
SpPD:Spesialis Penyakit DalamSpPD-KHOM: SpPD Konsultan Hematologi Onkologi MedikSpPD-KPTI: SpPD Konsultan Penyakit Tropik dan InfeksiSpPD-KE: SpPD Konsultan EndokrinologiSpPD-KGH: SpPD Konsultan Ginjal HipertensiSpPD-KGEH: SpPD Konsultan Gastro-Entero-HepatologiSpPD-KGer: SpPD Konsultan Geriatri (ketuaan)SpPD-KR: SpPD Konsultan RheumatologiSpPD-KAI: SpPD Konsultan Alergi ImmunologiSpPK: Spesialis Patologi KlinikSpR (pernah ditulis juga SpRad): Spesialis RadiologiSpRM: Spesialis Rehabilitasi MedisSpS: Spesialis SyarafSpTHT: Spesialis Telinga Hidung Tenggorokan
Beberapa catatan tentang gelar dokter:Sesuai aturan Mendikbud tersebut, maka sebenarnya tidak semua sarjana kedokteran (S.Ked) harus melanjutkan ke jenjang profesi. Lantas kemana? Bisa saja SKed kemudian sekolah S-2/S-3 dan bekerja sesuai bidang/kemampuannya tersebut. Misalnya:
1. Menempuh S2/S3 bidang Manajemen Kesehatan Masyarakat. Setelah lulus menjadi pejabat struktural di lingkup departemen kesehatan.2. Menempuh S2/S3 bidang ilmu biomedik, setelah lulus menjadi dosen di FK, peneliti biomedik atau bekerja profesional di perusahaan farmasi/obat.3. Bahkan secara ekstrem, bisa saja SKed kemudian S2/S3 komunikasi, setelah lulus menjadi pengelola penerbitan media massa kesehatan.4. Implikasi dari pengakuan – dan pembobotan – gelar sarjana kedokteran, mulai banyak “SKed” yang akhirnya menjadi manager bank, direktur perusahan asuransi, atau manajer jaringan toko asesoris mobil.
Catatan kedua. Karena gelar SKed itu juga diakui secara tersendiri dari gelar “dr”. Maka seharusnya kita menulis lengkap misalnya: xxx, SKed., dr., SpA. Namun dalam praktek, bila telah bergelar “dr”, maka secara inheren, dia pasti telah menyelesaikan dan mendapat gelar “SKed”. Karena itu sering tidak dituliskan.
Catatan ketiga. Kadang muncul tudingan, betapa profesi dokter itu di-anak emas-kan. Seorang pengacara tidak pernah ditulis sebagai “xxx, SH, pengacara” misalnya. Begitu juga profesi yang lain (guru misalnya). Yang agak sama mungkin apoteker karena ditulis sebagai “xxx, SSi, Apt.”Saya tidak mudah berbicara soal ini, karena kebetulan saya dokter, sehingga mudah dicurigai sebagai tidak obyektif. Saya hanya bisa mengatakan bahwa, bagi saya tidak masalah seandainya gelar dokter tidak ditulis eksplisit, bila memang itu tidak menimbulkan masalah.
Apa masalah yang mungkin ditimbulkan? Bila gelar “dokter” tidak ditulis eksplisit, betapa akan makin mudah orang melakukan tindakan penipuan sebagai “dokter palsu”? Tetapi, apapun semua kembali ke cara pandang kita.
Catatan ke-empat. Istilah “Ahli” hanya diberikan kepada lulusan pendidikan keterampilan (Diploma-III atau Diploma-IV). Misalnya:
Lulusan AKPER, AKBID: AMK (Ahli Madya Keperawatan)Lulusan Diploma-III secara umum: AMd (Ahli Madya)Lulusan Diploma-IV secara umum: A (Ahli)
Tetapi kalau sudah lulusan Fakultas Ilmu Keperawatan/Progam Studi Ilmu Keperawatan, gelarnya: SKp (Sarjana Keperawatan). Sampai saat ini kalau kebidanan, baru sampai tingkatan Diploma-IV.
Karena itu, jangan kita menyapa “dokter ahli kandungan” karena ini sebenarnya menurunkan derajat pengakuan profesinya.
Semoga tidak bingung lagi membaca papan nama dokter yang namanya bisa panjang sekali.
Dan terakhir, seperti sering kita baca di lembar undangan pernikahan:mohon maaf bila ada kesalahan penulisan nama dan gelar.